Artikel
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi guru tentang perbedaan
berbasis guru di sekolah dasar. Berdasarkan penelitian di dapatkan hasil bahwa
lebih banyak tanggapan negatif terhadap guru laki-laki di sekolah dasar. Hal
ini dapat dilihat dari lebih dari 50% menunjukkan bahwa ada perbedaan antara
guru laki-laki dan guru perempuan di sekolah dasar, seperti yang menyebutkan
bahwa guru perempuan lebih baik dalam mendidik anak sedangkan guru laki-laki
lebih banyak bersantai dan sering menyuruh siswanya. Ada empat hal yang dapat
ditarik dari kesimpulan penelitian ini, yaitu: 1) ada perbedaan diantara para
guru di sekolah dasar; 2) guru laki-laki lebih banyak mendapatkan tanggapan
negatif dibandingkan guru perempuan; 3) guru laki-laki sangat diperlukan di
sekolah dasar; dan 4) tidak adanya perbedaan antara guru laki-laki dan
perempuan di sekolah dasar.
Sejatinya jenis
kelamin dan gender mempunyai arti dan makna masing-masing. Jenis kelamin lebih
menunjukkan dimensi secara biologis sedangkan gender menunjukkan dimensi sosial
antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penelitian yang saya ketahui di
tahun ajaran 2016-2017 di tingkat sekolah dasar bahwa hampir 66% guru di
Indonesia berjenis kelamin perempuan dan sisanya 34% berjenis kelamin laki-laki.
Namun saya yakin bahwa hal ini tentu saja tidak mengejutkan karena tanpa data
inipun kita sudah merasakan bahwa profesi guru yang ada di sekolah sekarang didominasi
oleh kaum hawa. Persentase guru perempuan yang mendominasi tersebut bukan
menunjukkan perkembangan dan kemajuan pendidikan di negeri kita akan tetapi
persentase tersebut dapat menjadi isu dan permasalahan baru di dunia pendidikan
kita.
Sejujurnya saya
tidak setuju dengan adanya diskriminasi di dunia pendidikan pada profesi guru
antara guru laki-laki dan perempuan karena pada hakikatnya baik itu guru
laki-laki maupun perempuan saling melengkapi satu sama lain dalam melakukan tugas
pokok dan fungsi (tupoksi) nya masing-masing sebagai seorang guru. Tugas guru
menurut Undang-Undang Guru dan Dosen No 14 tahun 2005 adalah mengajar,
membimbing, melatih, mendidik, mengarahkan, menilai, dan mengavaluasi
pembelajaran para siswanya. Akan tetapi lebih dari itu bahwa banyak anggapan
dari orang tua bahwa guru adalah “menteri pendidikan” anaknya karena dia telah
menyerahkan sepenuhnya pendidikan untuk anaknya kepada guru. Akan tetapi tugas
mendidik anak adalah tanggungjawab bersama antara orang tua di rumah dan guru
di sekolah.
Menurut saya guru merupakan ujung tombak
pendidikan, meskipun sejatinya guru laki-laki dan perempuan memiliki sifat dan
naluri yang berbeda. Akan tetapi jika guru tersebut mau mendidik dengan hatinya
maka dapat dipastikan guru itu akan sepenuhnya mendedikasikan dirinya secara
ikhlas untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang guru. Terlebih karena
adanya paradigma lama yang menjadi sebuah asumsi bahwa kaum laki-laki tidak
diperkenankan mendidik anak jenjang TK dan SD karena mereka tidak memiliki
naluri keibuan yang hanya dimiliki oleh para perempuan. Hal ini tentu saja
memberikan gambaran kepada kita bahwa kompetensi dan kualitas guru tidak dapat
diukur dengan gender melainkan tujuan pendidikan dapat tercapai apabila jiwa
keguruan masih terpatri di hati mereka dalam mencerdaskan anak bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar