Salah satu
lembaga yang membidangi matematika, The
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menekankan problem solving sebagai fokus sentral
dari kurikulum matematika. Tidak saja kemampuan untuk memecahkan masalah
menjadi alasan untuk mempelajari matematika, tetapi problem solving pun memberikan suatu konteks di mana konsep-konsep
dan kecakapan-kecakapan dapat dipelajari. Pemecahan masalah merupakan bagian
dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran
maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan
pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada
pemecahan masalah yang tidak rutin.
Sebagaimana
tercantum dalam kurikulum matematika di sekolah bahwa tujuan diberikannya
matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia
yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara
logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Berdasarkan teori belajar
yang dikemukakan Gagne (1970), bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi
dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.
Suatu masalah
biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya
akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk
menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seseorang anak dan anak
tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Sebuah masalah bukanlah masalah
jika masalah itu dapat diselesaikan dengan prosedur algoritmik tertentu. Untuk problem solving sesungguhnya, siswa
harus menarik sejumlah kecakapan dan pengetahuan dari masa lalunya, kemudian
memadukan itu semua dalam suatu cara baru untuk berada pada suatu penyelesaian.
Untuk memperoleh
kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman
dalam memecahkan berbagai masalah. Berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa anak yang diberi banyak
latihan pemecahan masalah memiliki nilai lebih tinggi dalam tes pemecahan
masalah dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit.
Salah satu
teknik yang paling berharga untuk meningkatkan problem solving adalah penggunaan permasalahan yang disajikan
secara lisan. Selain peningkatan permasalahan “di dalam sekolah”, masalah yang
disajikan secara lisan jauh lebih mendekati rata-rata masalah “di luar sekolah”
dibandingkan masalah kertas dan pensil. Presentasi lisan juga bermanfaat untuk
mendorong siswa menyimak dengan cermat dan berkonsentrasi pada aspek-aspek
terpenting dari masalah.
Penyajian suatu
situasi masalah dengan menggunakan sebuah gambar atau format kartun multigambar
dengan kata-kata sesedikit mungkin seringkali disebut sebagai pendekatan problem solving nonverbal. Ada beberapa
sifat dari permasalahan nonverbal yang menjadikannya sebagai bagian penting
dari program problem solving: (1)
Guru dapat menyajikan permasalahan yang sangat bersifat “kehidupan nyata” (2)
permasalahan nonverbal memungkinkan siswa untuk berfokus dengan cepat pada situasi
masalah tanpa tergantung pada kecakapan membaca, yang sangat membantu pada
tahap pra-membaca dan juga untuk para siswa yang mengalami kelemahan membaca.
(3) fleksibelitas dari format nonverbal memungkinkan siswa untuk memunculkan
beberapa masalah dari satu situasi. Ini merupakan alat bantu menuju realisme
dan membantu mewadahi pebedaan-perbedaan individual. Format ini pun memberikan
kesempatan bagi para siswa untuk melatih orginalitas dan kreativitas dalam
mencari penyelesaian masalah. (4) permasalah nonverbal, seperti pula
permasalahan yang diformulasi oleh siswa, membantu para siswa dalam mengekspresikan
situasi-situasi matematis dengan kata-kata mereka sendiri. Ini membantu
sebagian besar siswa, tetapi ini terutama membantu siswa yang berbeda budaya
atau lemah dalam pemahan pola-pola bahasa.
Suatu masalah dapat dipandang sebagai masalah,
merupakan hal yang relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi
seseorang, bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka.
Dengan demikian, guru perlu berhati-hati dalam menentukan soal yang akan
disajikan sebagai pemecahan masalah. Bagi sebagian besar guru, untuk memperoleh
atau menyusun soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi siswa
mungkin termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi hal ini akan dapat diatasi
antara lain melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang bervariasi baik
bentuk, tema masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan intelektual
yang ingin dicapai untuk dikembangkan pada siswa.
Untuk memudahkan
dalam pemilihan soal, perlu dilakukan pembedaan soal rutin dan soal tidak
rutin. Soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang
sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. Sedangakan dalam masalah tidak
rutin, untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih
mendalam. Hasil identifikasi masalah yang dilakukan melalui angket untuk siswa,
angket untuk guru, dan observasi kelas secara umum menunjukan bahwa pemecahan
masalah merupakan bagian dari kegiatan matematika yang dianggap sulit baik
materi maupun cara mengajarnya. Hasil lain yang diperoleh The National Assessment di Amerika Serikat, juga mengindikasikan
bahwa siswa sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam menghadapi
soal tidak rutin yang memerlukan analisis dan proses berpikir yang mendalam.
Tentunya pada siswa SD, penggunaan
bahasa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan problem solving (pemecahan masalah) ini harus sudah dibiasakan
sejak dini dengan tingkat sesuai dengan perkembangan dan kelas siswa. Selain
itu guru SD pun dituntut untuk selalu kritis dan kreatif dalam membuat permasalahan
yang ingin diselesaikan oleh siswa-siswanya dengan mengacu pada tujuan pembelajaran
pada mata pelajaran Matematika SD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar